Index Labels

Siapa Peduli Adi?

. . Tidak ada komentar:
Nur Muhammad Adi Putra, bocah berusia 3,5 tahun, warga Krajan, Jombang, Jember, hanya bisa pasrah akan nasib penyakitnya. Dia menderita tumor pada kelopak matanya, dan harus segera dioperasi di Rumah Sakit dr Sutomo, Surabaya.

Pasalnya, untuk biaya berobat ke Surabaya cukup besar, sedangkan dia dari keluarga tak mampu alias miskin. Sementara kartu Jamkesmas/Jamkesda pun keluarganya tidak punya, karena tak terdata. Pihak RSD dr Soebandi Jember, juga angkat tangan, lantaran penyakit Adi, panggilan akrabnya, tergolong serius (Radar Jember 11/12).

Siapa yang harus bertanggung jawab terhadap nasib Adi? Tentu saja pihak keluarga, terutama kedua orang tuanya. Namun jika kedua orang tuanya tak mampu, siapa lagi yang bisa membantu, kalau bukan para dermawan atau pemerintah (Pemkab) Jember. Apalagi dia tak memiliki kartu Jamkesmas/Jamkesda, karena mungkin kelalaian pihak petugas.

Apa pun alasannya, pemkab tak boleh berpangku tangan alias cuek terhadap penyakit Adi yang notabene anak bangsa sendiri. Tentu banyak cara untuk bisa membantunya, mulai dari dana APBD, urunan, hingga kantong pribadi para pejabat, khususnya Bupati M.Z.A. Djalal. Apalagi keluarga Adi mungkin termasuk warga negara yang baik, karena ikut membayar pajak.

Sebagai orang kecil (miskin) keluarga Adi mungkin tak mampu akan berbuat apa. Tentu saja, jika kaitannya dengan urusan administrasi, bisa dibantu oleh staf desa maupun petugas medis yang berpengalaman. Jangan dibiarkan keluarga Adi mengurus sendiri karena terlalu lama, atau bahkan tak berhasil. Sebab, birokrasi kita kerap dianggap njelimet dan berbelit-belit.

Bukan itu saja, pihak terkait, khususnya rumah sakit dan Dinas Kesehatan, hendaknya juga ikut proaktif membantu warga miskin dalam berobat. Jangan sampai terjadi dinas terkait menyikapi dengan kurang simpati, seperti tak mau mengeluarkan surat keterangan atau rekomendasi bahwa yang bersangkutan benar-benar miskin, misalnya.

Kalau bukan instansi terkait, siapa lagi yang bisa membantu warganya sendiri. Dan, membantu memudahkan sesama hamba yang layak dibantu, tak akan mengurangi kehormatan petugas, sepanjang masih dalam koridor dan aturan yang dibenarkan.

Demikian pula para wakil rakyat (legislator) hendaknya hanya sekadar koar-koar di media, sambil menyalahkan pihak lain. Sebagai wakil rakyat yang digaji dengan uang rakyat, seharusnya ikut terpanggil langsung untuk membantunya. Kalau perlu menggalang urunan sesama wakil rakyat, yang nilainya mungkin tak sebesar dana kunker ke suatu daerah.

Menyuarakan aspirasi rakyat dengan imbauan, wacana, bahkan ancaman terhadap pihak lain (eksekutif), memang diperlukan. Namun yang lebih penting adalah tindakan nyata, dengan membantu rakyat yang benar-benar kepepet seperti Adi. Yakni, dengan mengeluarkan kocek pribadi atau urunan antar wakil rakyat, tanpa minta-minta ke sana kemari, misalnya.

Sekali lagi, Adi perlu dukungan nyata dari siapa saja yang peduli, termasuk wakil rakyat. Sebab, kalau hanya doa dan dukungan moral, mungkin sudah terlalu banyak dilakukan oleh keluarga dan para tetangganya. Sedangkan dukungan finansial, termasuk fasilitas, tak semua orang mampu dan mau. Sekali lagi, diperlukan kemauan dan kemampuan, bagi yang merasa dirinya orang beriman.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar