Index Labels

Serda Basuki, Prajurit Kodam V/Brawijaya Berprestasi di Lebanon

. . Tidak ada komentar:

Sebanyak 1.169 prajurit TNI baru pulang dari misi perdamaian di Lebanon. Di antara ribuan serdadu itu, Serda Basuki termasuk salah seorang prajurit yang "berani mati". Aksi Basuki menjadi sasaran tembak di antara kubu tentara Lebanon dan tentara Israel berbuah penghargaan spesial dari PBB.

Apel sore (23/12) lima menit di lapangan upacara Batalyon Infanteri (Yonif) 500/Raider, Jalan Gajah Mada, Kompleks Makodam V/Brawijaya, bisa jadi, terasa sangat lama bagi Serda Basuki. Komandan Regu 2 Senjata Lawan Tank Kompi Bantuan Yonif 500/Raider itu baru kembali ke tanah air.

Selama hampir 13 bulan dia bertugas di bumi Lebanon, kawasan Umur Tengah. Setelah apel tersebut, dia baru mendapat libur sepekan untuk bergabung bersama keluarga.

Bintara asal Lamongan kelahiran 14 Juli 1976 itu merupakan salah seorang personel TNI yang tergabung dalam Satuan Tugas Mekanik Indonesian Battalion (Indobatt). Yakni, Kontingen GarudaXXIII-G/UNIFIL (United Nations Interim Force in Lebanon-Pasukan Sementara PBB di Lebanon). Mereka bertugas mengembalikan dan menjaga keamanan internasional kawasan Lebanon dari serbuan Israel di bawah Komandan Satgas Letkol Inf Lucky Avianto.

Pada pertengahan Oktober 2013, terjadi kontak senjata antara Lebanese Armed Forces (LAF-Angkatan Darat Lebanon) dan Israel Defense Force (IDF-Tentara Pertahanan Israel). "Kontak tembak yang hebat ketika itu mengakibatkan 10 tentara Lebanon dan seorang pamen letkol (perwira menengah pangkat letnan kolonel) dari pihak Israel tewas," beber ayah dua anak yang saat itu menj abat komandan Tim 4 Kompi Mekanik Alpha.

Pada 28 Oktober 2013 terjadi peristiwa yang tidak dilupakan Basuki. Siang itu dia ditugasi Komandan Kompi Mekanik Alpha Indobatt Lettu Inf Muhammad Syarini Yahya Ginting untuk menjaga TP-37.

Basuki membawahkan enam personel regu jaga. Mereka mengawasi titik perbatasan melalui pos pantau. Status siaga spontan dilontarkannya setelah menggunakan teropong jarak jauh.

Dia mendapati tiga personel IDF kasak-kusuk di balik gundukan gurun pasir. Tentara Israel dalam posisi tiarap terlihat membidikkan senapan ke arah kumpulan prajurit Lebanon. Sasaran yang hendak ditembak tidak menyadari karena melaksanakan kegiatan patroli. Dengan sigap Basuki mendekati titik perbatasan tersebut. Tidak lupa, dia membawa bendera United Nation warna biru langit bergambar peta dunia sembari mengibar-ngibarkannya.

Teriakan "peace-peace-peace" hingga berkali-kali keluar dari mulut Basuki diikuti sejumlah anak buahnya. Dengan cepat pula prajurit Indobatt membentuk formasi penyekat di antara dua belah pihak. Ayah Aurelia Pradita Maheswari itu menghadap tentara Israel. Beberapa anggota regunya menghadap tentara Lebanon. Pihak LAF yang kontan terkejut menghentikan kendaraan patroli dan ganti mengarahkan senjata ke personel Indobatt.

Tindakan IDF hendak menembak LAF secara sembunyi-sembunyi akhirnya ketahuan. Sebagian tentara Lebanon pun mengarahkan moncong senapan ke kubu Israel. "Permintaan kami agar dua belah pihak tidak saling mengarahkan senjata semula belum digubris," tutur Basuki dengan suara bergetar.

Bagi kalangan awam, tindakan Basuki dan anggotanya membentukformasi buffer zone atau menengahi, bisa jadi, bunuh diri. Mereka memosisikan diri sebagai sasaran tembak. Risikonya, mereka bisa tewas tertembak jika sampai gagal menghentikan potensi kontak senjata. Dengan optimisme bahwa Indobatt sebatas penengah dan tidak memihak kubu siapa pun, proses negosiasi yang dipimpin Basuki berlangsung alot. Meski komunikasi dalam bahasa setempat kurang lancar, dia bisa meyakinkan LAF-IDF agar saling sepakat menghentikan pertumpahan darah.

Mereka akhirnya meninggalkan lempat ber-status quo itu tanpa aksi balasan lanjutan. "Sejak kejadian itu, kondisi di TP-37 kembali normal sampai masa tugas kami berakhir pertengahan Desember kemarin," ungkap prajurit yang bergabung dari jalur tamtama sejak 1998 sebagai personel kompi penembak senapan ketika Yonif500/Raider masih bernama Yonif507 Sikatan tersebut.

Yonif 500/Raider merupakan pasukan pemukul reaksi cepat di jajaran Kodam V/Brawijaya. Satuan elite bermoto "Cepat, Senyap, Tepat" itu ibarat Kopassus (Komando Pasukan Khusus) TNI-AD. Dalam operasi di Nanggroe Aceh Darussalam pada September 2004, Yonif 500/Raider menembak mati Panglima Gerakan Aceh Merdeka Peureulak Ishak Daud di kawasan Tiro, Aceh Timur.

Informasi ketegangan yang bisa diredam Basuki dkk belakangan sampai juga ke telinga pimpinan Mabes UNIFIL di Naqoura. "Force Commander Mayjen Paolo Serra sampai memberikan apresiasi dan penghargaan kepada Indobatt," sambung Basuki.

Penghargaan itu diberikan karena Basuki bersama Kompi Mekanik Alpha melaksanakan tugas sesuai dengan standard operating procedure (SOP) yang telah ditetapkan United Nation.

Satgas Indobatt yang dia pimpin dinilai berhasil menjalankan mandat standardized tactical incident reaction. Atas keberhasilan itu, Basuki mendapat penghargaan dari berbagai kalangan. Di antaranya, piagam penghargaan dari LAF, The United Nations Peacekeeping Medal dari Force Commander, dan Garuda Brevet. Yang istimewa, penghargaan-penghargaan tersebut diberikan saat apel luar biasa di Lapangan Soekarno Markas Indobatt UN, Lebanon Selatan.

Basuki mengatakan, butuh perjuangan lebih dari standar selama bertugas membawa nama Merah Putih dalam melaksanakan ketertiban dunia sebagaimana pembukaan UUD 1945. Apalagi masa penugasan berlangsung lama. "Hanya prajurit terpilih yang bisa melaksanakannya," tegas alumnus angkatan pertama SMA Taruna Nusantara 1993 dan penerima gelar Adhi Makayasa 1996 sebagai lulusan terbaik Akademi Militer Magelang itu.

Pengorbanan Basuki pun dalam tugas negara terhitung tinggi. Dia sampai tidak bisa mendampingi istri saat melahirkan putri keduanya pada Februari 2013. "Ketika itu hampir tiga bulan saya di Lebanon mendengar kabar gembira bahwa istri melahirkan dengan selamat," ujarnya.

Namun, pada 8 Agustus 2013 atau enam bulan kemudian, kenyataan pahit harus dia terima. Basuki mendapat kabar duka bahwa sang putri meninggal. "Saya dikabari anak kedua meninggal karena radang otak," ucap Basuki dengan nada sedih.

Sebenarnya dalam kondisi demikian, ada prosedur izin pulang ke Indonesia. Basuki lebih memilih tidak menggunakan dispensasi itu demi Merah Putih. "Saya sedih karena tidak bisa menyaksikan proses kelahiran maupun saat dimakamkan," kata ayah almarhumah Paramesti Maheswari tersebut.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar