Index Labels

Malaikat Natal Bersari Putih

. . Tidak ada komentar:

Oleh J. SUMARDIANTA

"Tidak semua orang bisa menjadi manusia hebat. Namun, Anda bisa mengerjakan sesuatu yang sederhana dengan cinta yang hebat." - Bunda Teresa

KALKUTA, ibu kota Negara Bagian Bengali Barat, India, merupakan salah satu metropolis tempat terjadinya bencana urban terbesar di dunia. Sedikitnya fasilitas paturasan umum membuat jutaan manusia membuang hajat sembarangan. Di Kalkuta ada seloroh, kalau tidak ingin dikencingi dan diberaki orang, pagar rumahmu gambahlah dewa! Kendati penuh kebusukan, Tuhan menganugerahi Kalkuta dengan bidadari kasih dalam sosok Bunda Teresa. Pun guru spiritual dan pujangga besar penerima Nobel Perdamaian Swami Vivekananda dan Rabindranath Tagore.

Agnes Bojaxhiu, nama kecil Bunda Teresa, dilahirkan di Skopje, Yugoslavia, 1919. Ayahnya seorang saudagar kaya. Pada 20 Januari 1931, ia menumpang kapal uap bertolak menuju dermaga Kalkuta. Enam belas tahun ia menjadi guru geografi bagi anak-anak perempuan keluarga Inggris dan Bengali kaya di sekolah bergengsi. Suatu hari pada 1946, dalam perjalanan kereta api menuju Darjceling di pegunungan Himalaya, ia mendapat wangsit untuk meninggalkan segala kemewahan hidup di balik tembok biara. Tuhan memintanya bermukim di kampung kumuh, hidup bersama kaum gembel.

Panti tempat transit bagi ratusan gelandangan menanti ajal dengan damai lahir dari pengalaman heroik spiritualitas gelap malam mengharukan. Hujan lebat sedang menghajar Kalkuta menjelang perayaan Natal 1952. Bunda Teresa terbungkuk-bungkuk mengarungi air bah. Ia tersandung tubuh menggeliat mengeluarkan suara mengerang. Diangkatnya tubuh perempuan tua dari genangan air tersebut. Manusia sekarat itu lantas diangkut ke bangsal gawat darurat rumah sakit. Petugas jaga menghardik, "Bawa orang ini keluar segera. Tidak ada yang bisa kami lakukan untuknya."

Bunda Teresa menggendong gelandangan tua itu ke rumah sakit lain. Ia mendengar suara gemeretak. Tubuh di gendongannya mengejang. Segala upaya menolong sudah terlambat. Bunda Teresa bergumam, "Di kota bengis ini, bahkan anjing diperlakukan lebih baik dari manusia."

Hari berikutnya, ia mendatangi kantor kotapraja untuk menemui wali kota. Sikap ngotot biarawati bersari putih dengan bordir biru itu mengherankan banyak pegawai. Salah satu deputi wali kota bersedia menerimanya. "Sungguh aib, Anda membiarkan orang mati di jalanan dikelilingi ketidakpedulian. Beri saya satu rumah guna merawat mereka menghadapi ajal dengan bermartabat."

Seminggu kemudian, kotapraja memberikan satu rumah istirahat peziarah Hindu dekat Kuil Dewi Kali. Bunda Teresa gembira. Tempat itu sangat ideal. Ke sekitar tempat suci itulah orang kesrakat biasanya pergi dengan harapan bisa ikut numpang dikremasi di pembakaran kuil. Kali Gath merupakan sentra untuk kalangan atas yang dibangun di tepi Sungai Hoogly.

Kaum Hindu ortodoks sangat marah. Bunda Teresa dituduh hendak mengkristenkan orang di panti ajal. Insiden pecah. Panti ajal "Nirmal Hrydai" dihujani batu dan kereweng. Para biarawati dihina dan diteror. Bunda Teresa berlutut di dekat pendemo, merentangkan tangan, dan memekik, "Bunuhlah saya! Saya akan langsung masuk nirwana."

Para pendemo merangsek ke kantor polisi. Mereka menuntut pengusiran biarawati asing dan penutupan panti ajal. Saat penyelidikan, inspektur polisi mendapati Bunda Teresa sedang membersihkan luka seorang lelaki kurus kering. Mirip kerangka hidup yang ditemukan tentara Sekutu di kamp konsentrasi Nazi. Lelaki itu berbaring di tengah genangan kotoran berbau menyengat akibat borok penuh belatung.

Para pemuda 1 lindu fanatik sudah menunggu saat inspektur keluar dari gerbang panti ajal. "Saya berjanji kepada kalian untuk mengusir perempuan asing ini. Saya akan turuti tuntutan kalian pada hari ketika kalian berhasil membujuk ibu dan saudari perempuan kalian datang kesini untuk melakukan apa yang perempuan
asing itu kerjakan."

Suatu pagi banyak orang yang berkerumun di sekitar Kali Gath. Seorang Brahmin tergeletak di tanah menderita kolera. Tak seorang pun berani menyentuh pendeta nahas itu. Brahmin dibawa ke panti ajal. Dia dirawat Bunda Teresa sampai sembuh. Brahmin itu bersaksi di hadapan jemaat Hindu fanatik, "Sudah tiga puluh tahun aku memuja Dewi Kali yang terbuat dari batu. Di panti itu aku ditolong Dewi Kali bersari putih." Sejak itu tidak ada lagi lemparan batu. Bantuan pun mengalir. Dukungan berdatangan masuk ke Nirmal Hrydai.

Merawat kaum kecingkrangan menjelang ajal merupakan langkah pertama Bunda Teresa. Mereka yang mau memulai kehidupan juga butuh uluran tangan. Mereka taklainorok bayi yangditemukan di tempat pembuangan sampah, got, dan trotoar. Panti yatim piatu Shisu Bhavan dibuka pada 15 Februari 1953. Bunda Teresa menabuh genderang jihad melawan aborsi di Kalkuta yang sudah sangat kewalahan menghadapi tingginya kelahiran. Gadis-gadis hamil, di kegelapan malam, berdatangan buat mendaftarkan kelahiran anak mereka.

Menangani kaum papa meregang nyawa sudah. Menyelamatkan anak-anak sudah. Tiba giliran mengurus para penderita lepra. Di Shanty Nagar dan Titagarh, bidadari pengasih itu mendirikan panti pengobatan kusta. Ratusan penderita lepra yang dicap menjijikkan berdatangan untuk memperoleh sambungan harapan hidup. Lingkungan hidup yang tidak higienis membuat wabah kusta meluas. Sejawat Bunda Teresa menawarkan perawatan sampai wilayah yang tidak bisa dirambah medis.

Bunda Teresa mengubah secara revolusioner praktik karitatif filantropis. Wajahnya banyak dihiasi guratan dengan kerut-kerut dalam. Punggungnya yang bungkuk udang menjadi saksi tahun-tahun penuh pengorbanan diri dan malam-malam kurang tidur. Ia mengatasi penyebab ketiadaan rasa cinta. Ia melawan kebencian dan segala ketidakadilan. Ia menemukan Tuhan dengan cara melayani orang hina. Kiamat kecil yang ia alami saat ditinggal mati mendadak bapaknya membantunya bisa menghargai ketidakbahagiaan yang diderita orang lain.

Spiritualitas malam gelap Natal Bunda Teresa diilhami jesus Kristus. Sejak awal berita kelahiran Jesus sudah menimbulkan kegemparan. Kaisar Herodes sampai memerintah prajuritnya menyembelih semua bayi lelaki. Penguasa Romawi itu tidak mau ada matahari kembar melongsorkan wibawanya. Orang tua Jesus manusia bersahaja. Jusup tukang kayu serta Maria sang penggembala kambing dan pemeras anggur. Jesus lahir saat orang tuanya eksodus menghindari kejaran prajurit Herodes.

Semua penginapan menolak Jusup dan Maria. Jesus lahir di kandang temak. Jesus hadir tidak dilingkungan masyarakat yang tentram damai. Ia hendak membetulkan masyarakat yang korup, munafik, hipokrit, gandrung kekerasan, dan melembagakan ketidakadilan. Situasinya persis masyarakat Kalkuta yang menjadi concern dan keprihatinan Bunda Teresa.

Bunda Teresa wafat pada 5 September 1997. Kombinasi mobilitas tinggi dan kurang istirahat membuat bidadari Kalkuta itu kena serangan jantung. Bangsa Indonesia yang tengah ditimpa banyak kesialan sungguh membutuhkan pelayan ketimbang pemimpin. Seperti jesus yang mengorbankan diri sehabis-habisnya dengan ugaliwi. Pula, mati raga Bunda Teresa demi mereka yang sudah tidak dianggap sebagai manusia.


* Guru SMA Kolese De Britto Jogjakarta,
penulis buku Guru Gokil Murid Unyu: Pendidik Hebat Zaman Lebay (2013).
Twitter @jsumardianta

Tidak ada komentar:

Posting Komentar