Index Labels

Iwan Londo, Lajang yang Menyukai Dunia Burung Pantai

. . Tidak ada komentar:

Nama Iwan Febrianto alias Iwan Londo mungkin tidak berarti apa-apa. Namun, sejumlah negara justru mencatatnya sebagai sosok yang langka. Dia dikenal sebagai pengamat burung pantai yang sangat serius. "Kenyelenehan" itu dilakukannya di Rungkut, Sumatera, hingga Papua.

Aktivitas Iwan boleh dibilang nyeleneh. Bagaimana tidak, sehari-hari kerjanya hanya mematung di bibir pantai. Matanya nyalang mengamati gerak-gerik burung pantai dibeberapa wilayah Indonesia.

Salah satu lokasi favoritnya adalah kawasan bibir Pantai Wonorejo, Rungkut, Surabaya. Bahkan, pantai tersebut seolah menjadi "kantornya sejak 2000.

Kegiatan Iwan dibilang nyeleneh karena sulit dicerna akal sehat. Meski tidak mendatangkan uang kegiatan itu terus dilakoninya dengan segenap waktu dan perhatian.

Bagaimana tidak, untuk bisa melakukan pengamatan, butuh waktu berhari-hari, bahkan hingga seminggu. Iwan mengasingkan diri di bibir pantai yang lengang hanya untuk melihat burung.

Hanya desir angin, debur ombak, dan kepak sayap burung pantai yang menemaninya "Saya seperti ini mungkin sampai mati," katanya terkekeh saat ditemui Jawa Pos di rumahnya di Jalan Katisari Surabaya Jumat (27/12).

Di dunia perburungan internasional, pria lulusan ekonomi manajemen tersebut lebih dikenal dengan nama Iwan Londo. Nama itu melekat sejak kecil. Bahkan, orang tuanya yang memberi nama Iwan Febrianto memanggilnya dengan Iwan Londo.

"Dulu perawakan saya putih, layaknya bule," kata Iwan soal asal muasal nama "Londo" di belakang namanya.

Kemudian Iwan bercerita tentang dunia burung pantai yang merasuki jiwanya. Nyaris setiap hari dia mengamati burung pantai yang tersebar di pesisir Rungkut. Di sana dia melihat satu per satu burung yang hinggap.

Saking lama dan seringnya melakukan aktivitas itu, dia sampai hafal jenis burung yang datang hanya dengan melihat bentuknya sekilas.

Tidak sekadar melihat, Iwan juga mengidentifikasi hampir semua jenis burung pantai di Wonorejo. Hal itu dilakukannya dengan cara menulis bentuk paruh, kaki, dan warnanya. Data tersebut dicatat dengan baik layaknya  peneliti yang sedang melakukan penelitian.

Iwan juga mendokumentasikan gambar burung-burung tersebut. Dalam mengambil gambar, pria kelahiran 27 Februari 1976 itu menggunakan kamera poket digital.

Agar bisa menjangkau objek yang jauh, kamera itu disambungkan dengan teropong monokuler secara manual. "Pokoknya ditempelkan saja," ucapnya. Dia menyebutnya dengan digiscoping atau digilai telescoping.

Hasil dokumentasi itu lantas menjadi bahan diskusi dengan sesama pengamat burung pantai internasional. Selain bertemu langsung, diskusi lebih sering dilakukan secara online. Iwan menyatakan, selama ini dirinya berkomunikasi dengan sejumlah pengamat burung dari negara lain. Antara lain, dari Australia, Thailand, dan Korea.

Tidak hanya mengamati, lajang 37 tahun itu juga memberikan tanda pada burung pantai yang ditemuinya. Tanda yang diberikan bernama darvic dan cincin logam. Darvic adalah sejenis penanda khusus burung berbahan plastik yang diproduksi di Inggris.

Sesuai dengan kesepakatan internasional, ada dua jenis warna yang digunakan untuk menandai jenis burung pantai di Indonesia. Yaitu, oranye dan hitam.

Di Indonesia ada tiga pusat persebaran burung pantai. Selain di Wonorejo, persebaran ada di Sumatera dan Papua. Burung pantai yang hinggap di Wonorejo diberi tanda darvic hitam dan oranye di bagian kaki.

Warna hitam berada di atas dan oranye di bagian bawah. Burung pantai yang tersebar di Sumatera dipasangi darvic dengan pola sebaliknya.

Ada juga cincin logam. Layaknya yang dipakai manusia, bentuk cincin itu seukuran diameter kaki burung. Di cincin tersebut termuat data yang hanya dipahami sesama pengamat burung. Isinya tentangdata populasi dan usianya. "Data itu berlaku internasional. Pengamat burung di mana pun bisa langsung paham kalau lihat datanya," ucapnya.

Untuk memberikan tanda ke burung yang ditemukan, prosesnya cukup sulit. Salah satunya, menangkap burung itu tanpa menyakiti. Caranya dengan menyebar jaring dan menunggu sampat burung yang dimaksud masuk perangkap.

Nah, setelah didapat, Iwan hanya punya sedikit waktu untuk melakukan identifikasi agar burung tidak stres karena terlalu lama dipegang. Karena sudah memiliki pengetahuan mendalam soal burung, Iwan tidak perlu melihat literatur perburungan." Jenis paruhnya seperti apa, sudah tahu ini burung jenis apa," jelasnya.

Setelah diberi tanda, burung tersebut langsung dilepas. Identifikasi itu sangat berguna untuk melihat proses migrasi burung pantai. Sebab, sering kali burung di Pantai Wonorejo ditemukan di sejumlah pantai penjuru dunia. Hal tersebut dilihat dari tanda yang ditemukan di kaki. Tanda itu merupakan tetenger bahwa burung tersebut awalnya berada di daerah tertentu.

Contohnya, burung trinil rawa yang awalnya berada di Wonorejo ditemukan di Korea Selatan pada 2008. Itu menandakan bahwa burung tersebut bermigrasi dari Wonorejo ke pantai di Korea Selatan. Perpindahan itu diketahui sesama pengamat di sana dengan melihat darvic yang menandakan bahwa burung tersebut berasal dari Jawa.

Burung Wonorejo jenis kedidi leher merah juga terlihat di pesisir pantai lepang. Sama, hal itu diketahui dari penanda yang terpasang di kaki. "Intinya, tanda itu berguna untuk menandai pola migrasi burung pantai."

Begitu pula sebaliknya. Burung dari pesisir pantai Australia pernah terlihat di pesisir Pantai Wonorejo.

Akibat kegemarannya mengamati burung pantai, nama Iwan Londo menjadi populer di kancah burung pantai internasional. Sejumlah agenda penting terkait dengan perburungan internasional pernah diikutinya. Misalnya, pada 2007 dia menjadi satu-satunya delegasi dari Indonesia untuk konferensi di Thailand.

Pada tahun berikutnya, lulusan Unitomo Surabaya itu juga menjadi delegasi konferensi yang sama di Australia Pada 2009 Iwan diundang perusahaan pencipta darvic yang berpusat di Inggris. Dia menjadi tamu tunggal untuk melihat langsung pembuatan darvic dan jenisnya.

Selama tinggal sebulan di sana, dia memantapkan ilmu untuk memasang cincin dan darvic. "Pasang cincin itu simpel. Tapi, butuh keahlian khusus," katanya.

Pada 2010 Iwan juga pernah diundang untuk menjadi salah seorang peserta konferensi pengamat burung internasional di India. Dalam ajang tersebut, semua pengamat bertukar informasi tentang perkembangan migrasi burung pantai.

Dari kegemarannya mengamati burung, dia berhasil menyusun buku panduan lapangan burung pantai. Buku itu menjadi panduan karena berisi gambar burung, jenis, dan persebarannya di seluruh dunia. "Bisa jadi panduan untuk pengamat," jelasnya.

Iwan mengklaim, buku itu adalah satu-satunya yang terkait dengan burung pantai. "Selama ini banyak buku tentang burung, tapi pembahasannya secara umum."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar